5++ Rumah Adab Sulawesi Selatan – Bugis, Mandar, Makassar, Toraja & Luwuk
Rumah Adat Sulawesi Selatan – Makassar yaitu ibukota Sulawesi Selatan, salah satu provinsi yang telah dihuni manusia semenjak puluhan ribu tahun silam. Kawasan ini diperkirakan telah dihuni manusia semenjak 30.000 tahun yang lalu.
Hal ini dibuktikan dengan adanya inovasi di beberapa gua di erat bukit kapur di sekeliling Maros, letaknya 30 km di sebelah timur maritim Makassar. Penemuan tersebut memperkuat praduga bahwa telah ada kehidupan manusia dengan ditemukannya alat-alat purba yang yang dibuat dari batu berupa flake dan pebble.
Populasi penduduk Sulawesi Selatan dominan dihuni oleh etnis Bugis, Makassar, Toraja, dan Luwu. Kemudian ada pula kaum pendatang yang berasal dari etnis Jawa, Duri, Selayar, Mandar, Tionghoa, Dayak, dan lain-lain.
Adanya keragaman suku di Sulawesi Selatan menciptakan provinsi ini memiliki tradisi dan budpekerti istiadat yang berlawanan-beda. Beberapa tradisinya dikenal sungguh unik dan menarik untuk dikulik lebih dalam, seperti rumah adab asal Sulawesi Selatan.
Rumah Adat Sulawesi Selatan
Rumah tradisional di Sulawesi Selatan selain berfungsi selaku daerah tinggal, juga dianggap sebagai tempat sakral. Gaya arsitekturnya memiliki nilai estetika yang tinggi. Selain itu, setiap bab rumah memiliki filosofi tersendiri.
Pada biasanya, gaya arsitektur rumah budbahasa Sulawesi Selatan bergaya khas ketimuran. Setiap suku orisinil yang ada di Sulawesi Selatan memiliki rumah adatnya sendiri. Masing-masing suku memperlihatkan ciri khas dan warna melalui bentuk rumah adatnya.
Setidaknya, ada 5 jenis rumah akhlak asal Sulawesi Selatan yang bisa kita pelajari, yaitu dari Suku Toraja, Makassar, Bugis, Luwuk, dan Mandar.
1. Rumah Tradisional Suku Toraja
Rumah etika dari Suku Toraja disebut dengan rumah Tongkonan. Namanya berasal dari bahasa Toraja “tongkon” yang memiliki arti duduk. Bentuk rumah Tongkonan ibarat bentuk perahu dari Kerajaan Cina. Makna di balik bentuk atap tersebut yakni selaku pengingat bahwa nenek moyang Suku Toraja dulunya datang ke Pulau Sulawesi dengan memakai bahtera.
Rumah Tongkonan memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai sentra pemerintahan yang disebut selaku To Ma’ Parenta. Fungsi yang kedua yaitu selaku rumah tinggal. Karena ialah rumah yang megah, di abad lalu rumah Tongkonan hanya mampu dimiliki oleh golongan darah biru dan orang-orang yang memiliki harta cukup untuk membangun jenis rumah ini.

Rumah Tongkonan juga menjadi penunjukstatus sosial pemilik rumah. Hal ini ditandai dengan adanya kepala kerbau yang dipasang di depan rumah. Semakin banyak kepala kerbau yang dipasang, maka semakin tinggi status pemilik rumah
Selain itu, dalam membangun rumah Tongkonan mesti mengikuti pakem-pakem tertentu yang sudah diwariskan nenek moyang Suku Toraja. Sebab Suku Toraja memiliki iktikad adanya relasi erat dengan leluhurnya.
Rumah etika ini berisikan 3 lapisan berbentuk segi empat. Bentuk ini ialah simbol kehidupan insan yang terbagi menjadi kelahiran, kehidupan, pemujaan, dan ajal. Segi empat juga menyimbolkan 4 arah mata angin, timur, barat, utara, dan selatan.
Rumah Tongkonan harus dibangun menghadap ke utara yang melambangkan awal kehidupan. Bagian belakangnya yang menghadap ke selatan melambangkan final kehidupan.
Bagian Rumah Tongkonan
Rumah Tongkonan dibagi menjadi 3 bagian, antara lain:
- Bagian atas disebut dengan Rattiangbanua. Bagian ini dipakai selaku tempat penyimpanan benda pusaka. Tentunya benda-benda pusaka yang disimpan memiliki nilai kesakralan dan merupakan harta yang sungguh berharga bagi Suku Toraja. Bagian atapnya yang dibuat dari susunan bambu opsi yang diikat dengan ijuk dan rotan. Atap ini sungguh berpengaruh dan mampu bertahan sampai ratusan tahun.
- Bagian tengah disebut dengan Kale Banua. Bagian ini merupakan bagian utama rumah yang terbagi menjadi 3 bab. Di sebelah utara ada Tengalok berfungsi selaku ruang tamu dan ruang tidur bagi anak-anak. Terkadang ruangan ini juga dipakai selaku tempat meletakkan sesajen. Di bagian tengah ada ruang Sali yang dipakai sebagai daerah pertemuan keluarga, dapur, ruang makan, dan tempat bersemayan anggota keluarga yang sudah meninggal. Keberadaan jasad di ruangan ini dianggap biasa, bahkan makin mendekatkan dengan ruh leluhur. Bagian yang terakhir ialah ruang sambung, yakni ruang khusus untuk kepala keluarga.
- Bagian bawah disebut dengan Suluk Banua. Area ini digunakan untuk hewan peliharaan dan selaku kawasan penyimpanan alat pertanian.
Ciri khas lain sari rumah Tongkonan yaitu adanya tabrakan di dinding yang sungguh khas milik Suku Toraja. Warna yang dipakai untuk goresan cuma 4, yakni putih, hitam, merah, dan kuning.
Dipilihnya warna-warna tersebut bukannya tanpa alasan, namun terdapat makna di balik setiap warna. Putih berarti kesucian dan melambangkan tulang. Kuning melambangkan anugerah Sang Maha Kuasa, dalam bahasa Toraja disebut dengan Puang Matua. Warna merah melambangkan kehidupan manusia. Selanjutnya warna hitam melambangkan kegelapan dan kematian.
2. Rumah Adat Suku Makassar
Rumah tradisional Makassar disebut sebagai Balla atau Balla Lompoa. Strukturnya berbentukrumah panggung dengan tinggi meraih 3 meter dari permukaan tanah. Terdapat 5 kayu penyangga yang mengarah ke belakang dan 5 kayu penyangga yang mengarah ke samping. Kalangan darah biru dari Suku Makassar juga memakai rumah ini, namun berukuran lebih besar.

Atap Balla berbentuk pelana dengan sudut yang lancip menghadap ke bawah. Biasanya atap terbuat dari nipah, inuk, bambu, atau rumbia. Di bab puncak atap terdapat bentuk segitiga yang unik, dinamakan Timbaksela.
Timbaksela ialah struktur yang membuat Balla menjadi unik, karena menjadi simbol status sosial pemilik rumah. Timbaksela yang tidak bersusun menandakan Balla dimiliki oleh rakyat biasa.
Sedangkan Timbaksela yang bersusun 3 ke atas bermakna Balla Lompoa dimiliki oleh seorang aristokrat. Kemudian Timbaksela yang bersusun 5 berarti Balla dimiliki oleh darah biru yang mempunyai jabatan di pemerintahan lokal.
3. Rumah Adat Suku Bugis
Rumah adat Bugis yaitu Saoraja, arsitekturnya dipengaruhi oleh unsur Islam. Hal ini bisa dilihat dari arah rumah mereka yang senantiasa menghadap ke kiblat. Dalam pembangunannya tidak dipakai paku sama sekali, melainkan diganti dengan kayu atau besi.

Rumah budpekerti Suku Bugis terbagi menjadi 2 jenis, yakni Rumah Saoraja yang khusus untuk kalangan darah biru dan Rumah Bola untuk rakyat biasa. Meski dimiliki oleh kaum yang berbeda, namun keduanya sama-sama memiliki 3 bab, yaitu:
- Kalle Bala adalah ruang-ruang seperti kamar tidur, ruang tanu, dan dapur.
- Rakkaeng dalam bahasa Bugis, serta Pemmakang dalam bahasa Makassar, merupakan bagian yang dipakai untuk menyimpan benda-benda pusaka. Area ini juga dipakai untuk menyimpan bahan kuliner.
- Passiringan atau Awasao, ruang yang difungsikan sebagai daerah menyimpan alat-alat pertanian, sekaligus untuk kandang binatang ternak.
4. Rumah Adat Suku Luwuk
Dulunya rumah etika ini ialah rumah Raja Luwu. Bahan utama rumah tradisioal ini yaitu 88 tiang dari kayu. Rumah adat Luwuk berupa segi empat. Uniknya, ukuran pintu dan jendelanya sama.

Ciri khas lainnya ialah terhadap gesekan dan pahatan yang disebut selaku Prengreng. Ornamen ini bisa kita temukan pada jendela, tangga, maupun bagian penutup bangunan. Prengreng melambangkan kehiduan yang tidak terputus.
5. Rumah Tradisional Suku Mandar
Pada dasarnya rumah adab milik Suku Mandar memiliki bentuk yang sama dengan rumah ada dari Makassar dan Bugis. Perbedaannya mampu dilihar dari ukuran teras yang disebut dengan Lego.

Lego Rumah tradisional Mandar berskala yang lebih besar. Bentuk atapnya juga unik, sebab terlihat mirip bentuk ember yang miring ke arah depan.
0 Response to "5++ Rumah Adab Sulawesi Selatan – Bugis, Mandar, Makassar, Toraja & Luwuk"
Post a Comment