Rumah Akhlak Jawa Tengah – Warisan Budaya, Gambar, Jenis & Penjelasan
Rumah Adat Jawa Tengah – Sebagai provinsi, Jawa Tengah telah dibuat sejak abad pendudukan kolonial Belanda. Dulunya, Kasunanan Surakarta, Mangkunegaran, dan Kasultanan Yogyakarta merupakan tempat yang bangun sendiri.
Saat ini, cuma Daerah Istimewa Yogyakarta saja yang bangun secara terpisah. Namun, kadang kala juga dimasukkan ke dalam daerah Jawa Tengah utamanya berdasarkan kesamaan tradisi dan budaya.
Provinsi ini terkadang disebut sebagai jantung budaya Suku Jawa. Sebab hingga sekarang, kita masih mampu menikmati adab istiadat Jawa yang diwariskan secara turun-temurun tetap lestari di Jawa Tengah. Warisan budaya tersebut meliputi seni musik, seni tari, kerajinan tangan, kuliner, bahasa kawasan, sampai rumah etika Jawa Tengah.
Rumah Tradisional Jawa Tengah
Rumah adat Jawa Tengah disebut Rumah Joglo. Jenis rumah ini sungguh terkenal, bahkan dipakai juga di tempat lain di Pulau Jawa, seperti di Jawa Timur dan Jawa Barat.
Rumah Joglo dengan gampang bisa kita jumpai hingga sekarang, utamanya di kawasan pedesaan di Jawa Tengah dan masih dipakai selaku rumah tinggal oleh sebagian besar masyarakat.
Sementara itu di beberapa kota besar, konstruksi Rumah Joglo banyak dijadikan hotel atau restoran yang mengusung tema tradisional. Tidak sedikit juga masyarakat yang mendirikan rumah dengan rancangan Rumah Joglo untuk menerima situasi tradisional khas Jawa Tengah.
Sebenarnya rumah adat Jawa Tengah bukan hanya Joglo saja. Ada juga Rumah Adat Tajug, Panggang Pe, Limasan, dan Rumah Adat Kampung. Akan namun Rumah Joglo merupakan rumah tradisional yang paling diketahui di antara kelimanya.
1. Rumah Adat Joglo
Pada zaman dulu, Rumah Joglo tidak cuma berfungsi selaku rumah tinggal. Namun sekaligus menjadi simbol status sosial pemiliknya. Rumah Joglo cuma bisa dimiliki oleh kalangan darah biru dan orang bisa.
Untuk membuat Rumah Joglo, dibutuhkan waktu dan biaya yang tak sedikit. Karena itulah, Rumah Joglo mulanya hanya mampu dimiliki oleh raja, pangeran, dan kaum ningrat lainnya. Rakyat pada umumnya lazimnya tinggal di jenis rumah tradisional lainnya.
![rumah joglo](https://rimbakita.com/wp-content/uploads/2020/07/rumah-joglo.jpg)
Ciri khas Rumah Joglo terletak pada bentuk atapnya yang bertingkat-tingkat. Bentuknya merupakan perduan bangun trapesium dan segitiga. Sudut kemiringannya pun berlainan-beda.
Atap Joglo berada di bagian tengah rumah dan diapit oleh atap serambi. Bagian atap Rumah Joglo terbaru yang dibuat dari materi-bahan alami, yaitu genteng tanah liat. Sementara itu, di periode lalu digunakan bahan-bahan seperti ijuk, jerami, dan alang-alang.
Atap Rumah Joglo yang dibentuk bertingkat-tingkat menciptakan hawa di dalam rumah menjadi lebih sejuk, sebab sirkulasi udara berlangsung dengan tanpa hambatan. Bentuk atap ini ternyata mempunyai makna hubungan dan pergerakan insan dengan udara.
Pemberian nama Joglo juga mempunyai filosofi tersendiri. Asal kata Joglo diambil dari kata “tajug” dan “loro” yang dapat diartikan selaku penggabungan 2 tajug. Hal ini berkaitan dengan atap Rumah Joglo yang bentuknya ibarat gunung.
Dalam adab masyarakat Jawa, gunung memiliki arti sakral, yakni sebagai daerah tinggal para yang kuasa. Selain atapnya, keempat pilar Rumah Joglo yang disebut Saka Guru juga mempunyai filosofi, yaitu representasi 4 arah mata angin.
Pada lazimnya Rumah Joglo terbagi menjadi beberapa bagian, antara lain:
- Bagian depan yang disebut dengan Pendapa, ini yakni area yang terbuka untuk umum. Menandakan karakteristik orang Jawa yang dikenal ramah dan terbuka. Biasanya, pendapa dilengkapi dengan tikar.
- Bagian tengah disebut Pringgitan, menjadi area di mana diselenggarakan berbagai macam acara akhlak, contohnya pentaswayang atau ketika ada upacara Ruwatan. Area rumah ini mampu dilambangkan selaku Dewi Sri yang merupakan sumber dari segala kehidupan, kesuburan, dan kebahagiaan. Area tengah juga bersifat terbuka, namun ketika ada gelaran acara tertentu.
- Bagian belakang disebut Dalem, ialah ruang utama bagi keluarga. Di area Dalem terdapat kamar-kamar yang disebut dengan senthong. Jumlah senthong di kala kemudian hanya 3 buah. Satu senthong untuk keluarga laki-laki, senthong yang kedua untuk keluarga perempuan, dan senthong yang ketiga dikosongkan. Senthong yang dikosongkan disebut selaku Krobongan dan merupakan kawasan penyimpanan pusaka sebagai bentuk pemujaan terhadap Dewi Sri. Meski dikosongkan dan menjadi bab rumah yang dianggap paling suci, rumah ini tetap dilengkapi dengan kawasan tidur dan piranti lainnya.
Dalam perkembangannya di kala kini, Rumah Joglo tidak lagi hanya dimiliki oleh kaum bangsawan. Semua orang mampu mendirikan rumah dengan konstruksi Rumah Joglo jika mereka menginginkannya dengan bahan-bahan alternatif yang lebih beraneka ragam.
2. Rumah Adat Panggang Pe
Penamaan Panggang Pe berasal dari 2 kata, ialah “panggang” dan “ape” yang mampu diartikna selaku dijemur. Sebab rumah tradisional Jawa Tengah jenis ini dulunya difungsikan untuk menjemur aneka macam barang, contohnya hasil pertanian seperti ketela, daun teh, dan lain-lain.
![rumah panggang pe](https://rimbakita.com/wp-content/uploads/2020/08/rumah-panggang-pe.jpg)
Rumah Panggang Pe juga digunakan untuk tempat berlindung sementara dari terpaan hujan, angin, ataupun sinar matahari yang terik. Sementara itu, di malam hari Rumah Panggang Pe mampu juga difungsikan selaku pos ronda. Pada perkembangannya, jenis rumah ini bahkan dijadikan sebagai warung makan, kios, dan pabrik industri rumahan sederhana.
Rumah Panggang Pe dianggap paling sederhana kalau dibandingkan rumah akhlak Jawa Tengah lainnya. Bentuknya bujur kandang atau persegi panjang, dengan jumlah tiang-tiangnya lebih banyak dibandingkan dinding.
Walaupun sederhana, Rumah Panggang Pe terbagi menjadi berbagai macam, antara lain Rumah Panggang Pe Barengan yang dibangun berderet, Trajumas, Cere Gancet, Gedhang Setangkep, Empyak Setangkep, Gedhang Salirang, dan Panggang Pe Pokok.
3. Rumah Tajug
Jenis rumah yang ketiga adalah Rumah Tajug yang berbentuk bujur kandang dengan atap yang runcing. Rumah Tajug digunakan selaku kawasan ibadah dan ialah daerah yang sakral. Dahulu periode, Rumah Tajug tidak bisa dibangun oleh orang biasa karena kesakralannya tersebut.
![rumah tajug](https://rimbakita.com/wp-content/uploads/2020/08/rumah-tajug.jpg)
Salah satu pola Rumah Tajug yang masih ada dan dipakai sampai saat ini adalah Masjid Agung Demak di kota Demak. Masjid ini didirikan oleh Walisongo pada era Kerajaan Demak. Ada pula Masjid Wustho Mangkunegaran di Surakarta yang atapnya merupakan tipe Rumah Tajug.
Rumah Tajug juga memiliki beberapa jenis, diantaranya yaitu Semar Tinandu, Lambang Sari, Semar Sinongsing, dan Mangkurat.
4. Rumah Kampung
Bentuk Rumah Kampung nyaris sama dengan Rumah Panggang Pe, berisikan teras depan dan belakang yang terbuka. Perbedaannya yaitu Rumah Kampung mempunyai ruangan tertutup di bagian tengahnya. Karena rumah ini memang digunakan sebagai rumah tinggal.
![rumah kampung](https://rimbakita.com/wp-content/uploads/2020/08/rumah-kampung.jpg)
Ciri khas rumah adat model kampung ialah tiang penyangga yang jumlahnya kelipatan angka 4, yakni 8, 12, 16, dan seterusnya.
5. Rumah Limasan
Rumah Limasan yakni rumah yang umumnya digunakan masyarakat yang memiliki kedudukan lebih tinggi dari rakyat jelata, tetapi lebih rendah dari kaum aristokrat. Dinamakan Limasan sebab bentuk atapnya berupa mirip limas. Atap ini mempunyai 4 sisi yang menghadap ke 4 arah mata angin.
![rumah limasan](https://rimbakita.com/wp-content/uploads/2020/08/rumah-limasan.jpg)
Rumah Limasan pun mempunyai beberapa macam, diantaranya adalah Limasan Lawakan, Klabang Nyander, Semar Pindohong, dan Gajah Mungkur.
0 Response to "Rumah Akhlak Jawa Tengah – Warisan Budaya, Gambar, Jenis & Penjelasan"
Post a Comment