8++ Rumah Etika Sumatera Utara – Gambar, Filosofi & Klarifikasi


Rumah Adat Sumatera Utara – Sensus pada tahun 2019 menyatakan bahwa Sumatra Utara mempunyai jumlah penduduk 14.908.036 jiwa. Jumlah tersebut menempatkan provinsi ini pada posisi keempat sesudah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah dalam kategori masyarakatterpadat di Indonesia.





Masyarakat Sumatera Utara berisikan etnis heterogen dengan populasi dominan adalah Suku Batak. Selain itu ada pula Suku Jawa, Nias, Melayu, Tionghoa, Minangkabau, Aceh, dan lain-lain.





Suku Batak merupakan suku terbesar di tanah air sesudah Suku Jawa. Suku Batak terbagi menjadi 5 sub suku, yakni Suku Batak Toba, Mandailing, Karo, Simalungun, dan Pakpak. Masing-masing sub suku mempunyai ciri khas tradisi dan budaya yang berlawanan-beda. Hal tersebut dapat kita lihat dari bentuk rumah adat mereka.






Rumah Tradisional Sumatera Utara





Sumatera Utara yang terdiri dari masyarakat heterogen menimbulkan kawasan ini kaya akan komponen percampuran budaya dari beberapa etnis. Suku Batak yang merupakan suku orisinil terbagi menjadi 5 sub suku dengan ciri masing-masing pada setiap rumah adatnya.





Selain itu, ada pula suku lain yang memberikan warna dalam arsitektur rumah akhlak Sumatera Utara, mirip suku Nias dan Melayu.





1. Rumah Adat Karo





Rumah tradisional Karo berasal dari Suku Batak Karo dan sering disebut sebagai Siwaluh Jabu. Biasanya, Siwaluh Jabu dihuni oleh 8 keluarga sekaligus. Setiap keluarga mempunyai tugas masing-masing di dalam rumah. Penentuan keluarga mana yang tinggal dalam satu rumah ditentukan melalui aturan etika Batak Karo.





rumah adat karo




Rumah Siwaluh Jabu memiliki 8 ruangan untuk 8 keluarga. Oleh alasannya adalah itu, jumlah dapur di rumah ini pun tidak cukup hanya 1 atau setidaknya terdapat 4 ruang dapur. Secara lazim, bangunan adab ini terbagi lagi menjadi Jabu Julu (hulu) dan Jabu Jahe (hilir). Jabu Jahe juga terbagi menjadi 2 jenis, ialah Jabu ujung kayu dan Jabu rumah sendipar ujung kayu.





Di dalam rumah, jabu dibagi menjadi 2, sehingga terdapat beberapa jabu. Beberapa istilah untuk setiap jabu antara lain Jabu Sedapuren Lepar Ujung Kayu dan Jabu Sedapuren Bena Kayu.





2. Rumah Balai Batak Toba





Rumah etika yang kedua dari Suku Batak Toba. Rumah ini terbagi menjadi 2 bagian, ialah Jabu Bolon dan Jabu Parsakitan. Keduanya mempunyai fungsinya masing-masing. Jabu Parsakitan difungsikan selaku kawasan penyimpanan barang, serta acap kali dipakai untuk kawasan bermusyawarah perihal hal-hal yang berhubungan dengan adab.





Rumah Balai Batak Toba




Sedangkan Jabu Bolon adalah rumah yang dihuni keluarga besar. Bentuknya berupa rumah terbuka yang tidak mempunyai sekat, sehingga tidak ada kamar di dalamnya. Seluruh anggota keluarga tinggal dan tidur bareng dalam 1 ruangan. Oleh alasannya adalah itu, jenis rumah ini juga sering disebut selaku Rumah Bolon.





Rumah Bolon konon pertama kali didirikan oleh Raja Tuan Rahalim yang dikenal tangguhdan memiliki 24 orang istri. Tidak semua istrinya tinggal di istana, cuma sang permaisuri yang dijuluki sebagai Puang Bolon dan 11 orang selir atau Nasi Puang yang tinggal di istana, beserta 46 orang anak mereka. Istri-istri yang lain yang berjumlah 12 orang tinggal di kampung-kampung yang terletak di sekitar wilayah kerajaan.





Rumah Bolon terakhir kali ditempati oleh Tuan Mogang Purba sebagai raja terakhir. Bersamaan dengan kemerdekaan Republik Indonesia maka berakhirlah pula kedaulatan kebanyakan raja-raja di tanah air.





Selanjutnya pada tahun 1961 pewaris Rumah Bolon kesannya menyerahkan rumah budpekerti ini lengkap dengan perangkatnya terhadap Pemda Sumatera Utara. Saat ini bangunan tradisional tersebut menjadi salah satu warisan kebudayaan Sumatera Utara yang sangat berharga.





Rumah Bolon yang dibuat dari kayu dan terbagi menjadi 3 bagian. Ketiganya merefleksikan dimensi dan filosofi yang berlawanan, sesuai dengan dogma masyarakat Batak. Bagian pertama yaitu atap rumah yang merefleksikan dunia para ilahi. Bagian kedua yakni lantai rumah yang mencerminkan dunia insan. Kemudian bab ketiga ialah bagian kolong rumah yang merefleksikan dunia sehabis kehidupan, alias ajal.





Dari segi luar, penduduk Batak menilai rumah ini mirip bentuk seekor kerbau yang sedang berdiri. Tepatnya, rumah ini berstruktur rumah panggung yang dilengkapi dengan beberapa tiang penyangga yang yang dibuat dari kayu. Pembangunan Rumah Bolon dikerjakan secara bergotong-royong.





3. Rumah Adat Mandailing





Rumah adat Mandailing ialah rumah tradisional milik Suku Mandailing yang mendiami daerah Mandailing. Kawasan ini mempunyai banyak spot wisata alam yang mempesona. Masyarakatnya pun masih memegang budpekerti istiadat yang diwariskan nenek moyangnya.





Rumah Adat Mandailing




Rumah budbahasa Mandailing mampu kita temukan terutama di Kabupaten Mandailing Natal yang merupakan wilayah Kabupaten Padang Lawas dan Tapanuli Selatan. Rumah adat Suku Mandailing disebut juga selaku Bagas Godang. “Bagas” artinya ialah rumah, dan “godang” bermakna banyak.





4. Rumah Adat Pakpak





Rumah tradisional ini berasal dari Suku Pakpak dan disebut juga selaku Jerro. Bagian atapnya terbuat ijuk, sementara struktur rumahnya yang dibuat dari kayu.





rumah adat pakpak




Desain rumah ini merupakan wujud seni dari tradisi Pakpak dan setiap bagiannya memiliki makna. Hampir sama dengan rumah adat di Pulau Sumatera yang lain, rumah Jerro berbentuk rumah panggung yang dilengkapi dengan tiang-tiang penyangga.





5. Rumah Adat Melayu





Suku Melayu di Sumatera Utara pada umumnya tinggal di kota Medan, Kabupaten Langkat, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Labuhan, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Batu Bara, dan Tebing Tinggi. Etnis ini juga menawarkan imbas dalam kesenian serta bentuk banguan tradisional Sumatera Utara.





Rumah Adat Melayu




Bagian atap rumah ini terbuat dari ijuk, sementara dinding dan lantainya terbuat dari papan kayu. Rumah panggung ini identik dengan warna kuning dan hijau, utamanya di bagian pegangan tangga dan balkonnya.





6. Rumah Adat Nias





Bangunan tradisional ini berasal dari Suku Nias yang bermukim di Pulau Nias. Rumah budpekerti Suku Nias disebut sebagai Omo Hada yang dibangun dari tiang-tiang kayu nibung yang besar dan tinggi.





Rumah Adat Nias




Alasnya terbuat dari rumbia, sehingga pondasinya tidak langsung tertanam di tanah. Kerangka rumahnya tidak disambung dengan paku, sehingga lebih kokoh dan tahan dari guncangan akibat gempa.





Selain Omo Hada, ada pula jenis rumah yang lainnya, yakni Omo Sebua. Jenis yang terakhir merupakan kediaman kepala negeri atau disebut dengan Tuhenori, kepala desa atau Salawa, dan juga para darah biru.





7. Rumah Tradisional Angkola





Suku Angkola merupakan etnis berlawanan meski banyak orang yang menyamakan suku ini dengan Suku Mandailing. Rumah adatnya disebut dengan Bagas Godang, sama mirip rumah adab khas Mandailing. Namun sebetulnya ada perbedaan di antara kedua rumah etika ini.





Rumah Tradisional Angkola




Pada rumah budbahasa Angkola bagian atapnya terbuat dari ijuk, sementara bab lantai dan dindingnya terbuat dari papan kayu. Satu hal yang menjadi ciri khas dari rumah Suku Angkola yakni warnanya yang didominasi oleh warna hitam.





8. Rumah Adat Simalungun





Suku Simalungun adalah golongan masyarakat yang mendiami kawasan Pematang Siantar dan Kabupaten Simalungun. Rumah adatnya dinamakan Rumah Bolon, sama mirip rumah etika milik Suku Batak Karo.





rumah adat simalungun




Meski keduanya mempunya nama sama, namun bentuknya berbeda. Hal ini bisa dilihat dari atapnya yang berupa limas, berlainan dari rumah adat Sumatera Utara lainnya.


0 Response to "8++ Rumah Etika Sumatera Utara – Gambar, Filosofi & Klarifikasi"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel